Cerita Perjalanan dan Alasan Pilih Jurusan DKV di ITB

Akreditasi dkv itb tak diragukan lagi

In harmonia progresso.” Motto ITB ini sudah biasa didengar alumni dan pengajar di kampus ITB, yang berarti maju bersama-sama dalam keberagaman.

Kampus yang pertama didirikan tahun 1920 ini memang dominan jurusan teknik, tapi menyediakan juga program studi Seni Rupa dan Desain. Salah satunya prodi DKV ITB, jurusan yang saya ambil di tahun 2002.

Kenapa saya bisa pilih DKV ITB, sebenarnya tidak juga terbilang spontan atau tiba-tiba. Begitu juga dengan prosesnya. Begini perjalanannya.

Mengapa Desain Komunikasi Visual ITB

Mungkin ini pertanyaan ganjil buat yang sudah mengincar masuk FSRD ITB dan jurusan DKV ITB. Kenapa DKV ITB? Kenapa enggak? Jadi maksudmu, ada yang lebih baik? (Nyebelin ya ini, hahaha)

Saya pernah menulis sebelumnya soal jurusan Desain Komunikasi Visual ITB dan pengalaman akademis saya. Tapi kenapa bisa jadi memilih jurusan di kampus ini, ada beberapa alasan:

Keinginan Masa Kecil

Masih ingat di benak saya, waktu ditanya untuk buku kenangan kala SD di bagian cita-cita, saya menulis ‘manajer periklanan’. Lucu sih karena saya tidak paham bidang apa yang saya minati waktu itu.

Yang jelas kenapa saya menulis profesi itu karena dipicu tugas menggambar iklan di pelajaran seni waktu masih SD. Saya menggambar sepatu olahraga. Menggambarnya sih dimirip-miripkan satu halaman di majalah. Warnanya cerah, orange dan kekuningan.

Tapi kenapa teman-teman sekelas gandrung sama gambar saya itu, sayapun agak takjub. Padahal saya cuma meniru. Mungkin sepatu ini idaman anak-anak sekelas yang hobby main basket.

Gara-gara itu saya jadi pengen kerja di bidang iklan. Sedangkan advertising atau periklanan merupakan salah satu penjurusan di Desain Komunikasi Visual. Waktu itu nggak tahu lho, periklanan itu masuk lingkup DKV.

Saya juga suka gambar komik-komikan di buku, bermodal pulpen dan cerita yang terlintas di kepala. Nggak pakai sketsa dan planning. Selewatnya di kepala, langsung digambar.

Diarahkan Ibu

Ibu saya adalah sosok kuat kenapa saya akhirnya memilih jurusan DKV. Menurut Ibu, DKV atau lebih dikenal Desain Grafis punya ‘masa depan cerah’ alias akan sangat banyak dibutuhkan ke depannya. Alasan yang tidak bisa bilang salah, karena buktinya tenaga DKV hingga sekarang sangat dicari.

Mungkin juga karena Ibu melihat gelagat anaknya ini sukanya apa. Waktu kelas 2 SMA, Ibu mengarahkan saya ambil kursus software grafis. Setelah itu saya suka sekali berjam-jam membuat digital imaging atau banner-banner kecil menggunakan salah satu software grafis.

Ibu juga yang mengenalkan saya dengan jurusan DKV di ITB. Kalau nggak, saya benar-benar nggak tahu kalau ada FSRD di kampus gajah itu.

Ikut Kursus Ujian Masuk FSRD ITB

Ibu juga mengikutkan saya ke kursus bimbingan ujian masuk FSRD ITB, Bintang Merah, yang berlokasi di Jakarta Selatan.

Padahal kalau boleh jujur, saya sudah merasa happy banget memikirkan mau kuliah desain grafis (tanpa embel-embel FSRD ITB). Untuk seseorang yang suka gambar sejak kecil hingga masuk kelas IPA, sekolah umum itu dilakukan karena mengejar nilai dan kewajiban. Bukan karena suka.

Belajar desain grafis selama 4 tahun? Wow, asyik banget kayanya.

Ibu terus dukung saya bahkan ketika ranking saya jatuh di kelas IPA, mengatakan bahwa itu terjadi karena disaat yang sama saya juga ikut kursus di Bintang Merah.

Jujur, fisik cukup lebih terkuras karena lokasi Bintang Merah ada di belahan Jakarta yang berbeda dan harus melalui berbagai kemacetan untuk sampai ke sana. Kalau kamu penduduk Jakarta, pasti paham kalau kena macet di kota ini sangat menguras energi.

Ketika sudah belajar di Bintang Merah, pengajar menyarankan kita pilih jurusan yang paling diincar jadi urutan pertama di kolom jurusan incaran pada formulir pendaftaran mahasiswa FSRD ITB.

Ini berbanding terbalik dengan kursus lain yang menyarankan memilih jurusan yang lebih kurang peminatnya. Alhasil, beberapa teman seangkatan tidak benar-benar mau masuk jurusan yang dia masuki. Ini karena goal-nya ‘yang penting masuk FSRD ITB’.

Akhirnya Masuk DKV ITB

Alhamdulillah, akhirnya bisa ‘jebol’ masuk DKV ITB, yang ternyata jurusan yang paling diminati. Semua berkat doa, niat dan kerja keras, juga dukungan keluarga.

Tapi penjurusan yang saya ambil bukan advertising, melainkan multimedia. Profesi terlama yang saya jalankan hingga saat inipun di bidang multimedia.

Di lain waktu, saya akan cerita fase ini. Untuk sekarang, segini dulu ya. Biar penasaran 🙂

Bagaimana dengan alasanmu memilih pendidikan yang kau tempuh?

Artikel ini dibuat untuk memenuhi Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Maret 2021 dengan tema Kenapa Memilih Jurusan Masing-masing.

e-certificate template.webp

Update: Alhamdulillah, tulisan ini memenangkan Juara 2 Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Maret 2021 “Kenapa Memilih Jurusan Masing-masing”

38 thoughts on “Cerita Perjalanan dan Alasan Pilih Jurusan DKV di ITB”

  1. Meita Sekar Hapsari

    Ah Andin, kamu memang pingin masuk DKV dari jaman sekolah dulu ternyata. Tapi iya sih, kayaknya gak mungkin deh lolos DKV kalo bukan inceran pertama (prodi ter-fav di FSRD, gitu loh) .
    Aku dulu juga pernah mau pilih DKV as my first choice, tapi sama tutor aku ga boleh karena selama bimbel intensif, dia amati gambar-gambarku sering kurang informatif, dan terlalu konstruktif, wkwkwk…

  2. Masya Allah bersyukurnya ya teh ada yang bisa mengarahkan, ibu teteh dulu memang kerja di bagian desain grafis? Semoga ketika nanti anak-anak udah besar, sy juga bisa mengarahkan dengan baik ya. Kalau orang tua dulu karena keterbatasan ilmu jadi kurang bisa mengarahkan, sama-sama bingung deh wkwkwk

    1. Setuju banget ini, seneng ya ibunya udah lebih visioner dan sangat mendukung ke arah minat anak. Bisa jadi contoh nih hehehe

  3. Ish…ish…ternyata dah dari sononya mbak ndin bakat designnya teruji, saya kira itu pas jadi bloger lalu utak/atik hal baru yang berbau design.

    Semangat berkarya mbak ndin….

    Anyway jadi penasaran mau lihat hasil coretan mbak ndin nih….xixixi
    Ayo gambar…gambar..gambar…

  4. Rini Inggriani

    Waaah teh andin emang udah minat dari dulu yaa… Apalagi diarahkan dan disupport sama ibu… Baarakallaah teeh…:)

    1. Insya Allah tidak stag, karena ada banyak media mah, ada blog, ngedesain, ngurus komunitas insya Allah dan yang paling mulia mengurus balita sampai besar 🙂

  5. Beruntung punya ibu yang paham dunia anaknya dan perkembangan pendidikan sehingga bisa menyesuaikan dan mengarahkan.
    DKV juga menjadi jurusan yang anak saya pilih. Tapi karena dulu sekolahnya di Pondok, tidak ada les atau kursus yang bisa membantu dan melatih kemampuannya dalam menggambar, dia belajar gambar autodidak saja. Kebetulan pada tahun 2018, ITS membuka jurusan DKV untuk angkatan pertama. Jadi dia disana sekarang.
    Sekoga sukses selalu ya..

  6. Ibu teteh keren bangeeet duluan ngajuin jurusan desain, bisa ngerti minat bakat anaknya dan update sama perkembangan kebutuhan SDM. saya dulu kalo ngajuin ke jurusan desain kayaknya bakal ditolak mentah-mentah sama orangtua hihihiks, keren pisan teh andiinn

    1. Ada teh teman-teman seangkatan yang juga begitu, tidak begitu didukung ortu. Tapi kalau sudah jodoh ke jurusan bagaimana? Ya balik ke pribadi masing-masing juga 🙂

  7. WAktu SD kepikiran ‘manajer periklanan’?!? Astaga keren banget teh… Ini mamanya teteh kok keren banget ya bisa terus ngegali potensi minat bakat anaknya :).

      1. Telat setahun baca ini.

        Saya malah kerja di advertising padahal ga kuliah di jurusan itu. Tapi senang soalnya banyak pengalaman. Ketemu anak DKV yg magang, anak komunikasi.

        Paling seneng kl kantor ikut Pinasthika Awards trus dapat trofi. Ikut foto-foto padahal saya cuman bagian administrasi. Hahaha…

        Cuma sekarang kantornya udah tutup krn iklan konvensional udah ga laku.

  8. Sebagai orang yang tidak punya bakat seni…apalagi desain, saya selalu kagum sama orang orang kayak teteh yang punya bakat menonjol dan bisa kuliah di tempat yang sesuai jadi bakatnya semakin terarah dan berkembang.

  9. salut sama ibunya teteh! masih banyak orang tua yang memandang fsrd hanya sebelah mata, masih melihat anak bisa menggambar hanya sebagai hobi saja. tapi tidak dengan ibu teteh. semoga saya bisa seperti ibunya teteh

  10. Daebak nih ibunya teteh!! Saya tuh dulu juga pengen masuk DKV (walaupun ga tau secara detail DKV itu ngapain dan jadi apa) tapi ngga direstuin orang tua. Sad.
    Anyway salam kenal ya teh!

  11. ibu keren banget ya mba. wawasannya luas dan membimbing pakai hati. semoga aku jg bisa jadi ibu kaya ibunya mba Andina 🙂

  12. Keren ih udah mantep dari kecil ini mah … sama sekali ga ada salah jurusannya ya berarti. Btw jadinya Bintang Merah atau Villa Merah ya? Ada dua nama yang beberapa kali disebut, mungkin typo ya …

    1. Wah, pas SD kayaknya saya malah gak paham ada profesi manajer periklanan haha. Belajar banyak hal dari Ibu teteh yang jeli melihat passion anak, bisa mengarahkan dan futuristik terhadap peluang kerja di masa mendatang. Keren!

  13. Wah senang sekali didukung penuh sama Ibu. Pasti lulusnya juga salah satu sebabnya karena doa beliau ya. Semoga bisa menginspirasi kami para ibu-ibu muda ini untuk mendukung anak sesuai minat dan bakatnya.

  14. Pingback: Cantik dan Sarat Emosi, Review Buku Antologi Jejak Kenangan

  15. Pingback: Kenalkan Lagi Lagu Anak Indonesia Lewat Animasi Hoala Koala

  16. assalaamualaikum…
    maaf klo melenceng kak, mau nanya apakah di dkv itb 2002 ada yg namanya ratna ‘nanut’, cewe tomboy berambut pendek..
    sapatau ada yg punya infonya, soalnya ilang kontak dari 2007 lalu, coba nanya temen² nongkrong juga pada nggak tau kabarnya.
    terima kasih

  17. Halo aku maba FSRD 2022 dan mau gambil dkv juga tapi aku ciut bgt karena liat karya orang lain yang lebih wow dan emng hampir lebih 50% tahun ini pada mau dkv aku jd takut apa kah ada tips and trick nya?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Scroll to Top