What’s New On Sunglow Mama: AI Ghibli Style, E-Book Bumi dan Foto Bulan – Sebulan lebih sempat tidak menulis disini, bukannya ngga ada ide. Tapi alasan standar yaitu ngga ada energi. Bulan puasa penuh dengan kegiatan di dapur dan membiasakan anak dengan bulan Ramadan.
Dalam satu dan lain hal, saya lega Ramadan 2025 banyak hal positif yang terjadi. Namun ada beberapa hal yang mengganggu di momen lebaran. Sempat juga coba-coba foto bulan dan komunitas Mamah Gajah Ngeblog (MGN) sempat menelurkan e-book kolaborasi lagi, yaitu E-Book “Bumi: 18 Cerita dan Harapan Planet Biru”.
Karena ada banyak hal yang mau ditulis di blog, sekalian saja saya tulis semua dalam 1 blogpost ya. Yuk mariii:
Sering datang ke rumah saudara di minggu-minggu jelang dan saat lebaran, membuat saya memiliki kesempatan sesaat untuk membidik foto bulan. Maklum, daerah rumah saudara itu di dekat sebidang kebun dan agak minim lampu kota. Biasanya disini kami suka melihat sosok bulan cukup jelas saat malam hari.
Saat itulah, H+5 lebaran sosok bulan terlihat. Alhamdulillah, handphone ada fitur Supermoon. Jadi ada fitur kamera khusus untuk bisa menangkap foto bulan. Zoomnya dikatakan bisa sampai 60 kali.
Sebelumnya, paksu yang bisa memotret. Nah kini saya sempat lihat. Ya masa sih saya nggak coba, mumpung fitur itu ada di handphone saya.
Sayangnya, saya kurang percaya diri dengan fitur zoomnya. Sehingga bahkan nggak sampai 20 kali zoom, saya sudah potret si bulan. Akhirnya agak kecil tertangkapnya di lensa.
Saya ngga PD untuk memasukkan foto bulan ini ke seri blog Photo of The Day. Anggap saja masih latihan ya. Menurutmu bagaimana?
Seperti yang saya sebutkan di tulisan Tradisi Halal Bihalal dan Foto Keluarga Saat Lebaran, tren foto keluarga dengan gaya Ghibli versi Artificial Intelligence (AI) sempat tren di momen lebaran 2025. Awalnya saya melihatnya lucu karena ya memang gaya ilustrasi Ghibli memang menggemaskan.
Tapi begitu banyak pihak yang menggunakannya membuat resah termasuk saya. Apalagi setelah tahu Hayao Miyazaki, kreator dan ilustrator Ghibli marah dan sedih dengan fenomena ini.
Flashback ke tahun-tahun awal saya kuliah DKV, ada masa ‘kenalan’ dengan film Ghibli. Satu teman mengajak nonton film Ghibli di salah satu pemutaran film Liga Film Mahasiswa (LFM) di ruang kuliah yang dipinjamkan. Kami cuma bertiga saat pemutaran malam itu di ruang kuliah ITB yang ikonik. Kalau tidak salah, film Spirited Away diputar.
Itu awal perkenalan saya akan film-film Ghibli, yang sangat kontras dengan tren animasi 3D kala itu, sangat heartfelt dan memakai hati. Mengambil kuliah menggambar yang butuh usaha keras, saya membayangkan betapa tekun dan cintanya animator Ghibli hingga bisa menyelesaikan film Ghibli segitu lama prosesnya. Kabarnya ada yang bertahun-tahun.
Mengetahui bahwa sebuah mesin AI meniru gaya gambarnya, saya ngga bisa membayangkan betapa sedihnya Hayao Miyazaki. Saya mencoba tidak ikutan tren tersebut. Apalagi tahu bahwa 1 kali proses membuat gambar Ghibli versi AI juga jelek efeknya ke lingkungan.
Sedihnya ada kenalan yang menggunakan foto kami untuk dibuat versi AI ini, haduuuh. Maksudnya sih baik, sebagai bentuk sayang mungkin. Hasilnya pun nggak mirip kaya muka saya asli, hahaha.
Kalau kamu membaca tulisan saya ini, saya termasuk yang tidak mendukung foto Ghibli AI. AI menggunakan foto kita juga sebagai sampel mereka. Jadi maaf saya nggak suka dan ngga ikutan. Semoga kamu juga.
Tahun 2025, Mamah Gajah Ngeblog meluncurkan e-book kolaborasi ke-4 nya, yaitu “Bumi: 18 Cerita dan Harapan Planet Biru”. Tak hanya sebagai pengawas, saya juga membuatkan sampulnya. Sempat browsing banyak ide, tapi konsep yang saya mau nggak ketemu dan tertuang dalam ‘kanvas’.
Kebetulan si kecil senang membuat planet Bumi dalam gambar dan prakarya. Sejak kira-kira umur 4 tahun, dia suka mewarnai dan membuat planet Bumi dalam menggambar. Bahkan tahun lalu, kami membuat Bumi versi tanah liat.
Versi tanah liat ini hampir jadi model cover e-book. Kami bahkan memotretnya sebagai sampel. Tapi setelah dilihat lagi, rasanya kurang akurat ya daratan dalam Buminya. Menurut saya nggak begitu oke sih untuk dijadikan sampul. Nggak cocok juga dengan isi e-book, IMO.
Tahun 2023, ia memiliki keinginan untuk membuat prakarya Bumi dari bulir beras. Nah saya putuskan untuk mengambil Bumi versi beras ini sebagai cover. Kebetulan foto prakarya ini juga ditampilkan dalam e-book Bumi.
Sejujurnya ngga begitu PD dengan si ‘Bumi beras’. Tapi ternyata mamah-mamah admin suka kok. Alhamdulillah. Saya cukup menambahkan latar belakang cardboard dan pemanis sedikit.
Akhirnya jadi juga si sampul e-book. Mungkin bagi yang melihat masih ada ketidaksempurnaan, mohon maaf ya. The best effort I could make untuk si e-book Bumi.
Oh ya, sampul belakangnya pakai rumput asli di depan rumah, ahaha. Saya pikir masih nyambung dengan si sampul depan atmosfirnya. Lihat saja langsung ya aslinya di halaman e-book Bumi (link tertera di atas).
E-Book “Bumi: 18 Cerita dan Harapan Planet Biru” sudah tayang di website MGN sejak tanggal 22 April 2025, bertepatan dengan Hari Bumi. Silahkan dibaca-baca dan bagikan ke orang-orang yang juga peduli dengan Bumi 🙂
Berbagai perkembangan Alhamdulillah rampung saya tulis dalam 1 tulisan ini. Aslinya sebenarnya lebih banyak yang ingin dibagikan pemikiran dan prosesnya. Tapi ya segini aja yang bisa ditulis di waktu yang ada.
Bagaimana menurutmu mengenai fitur Supermoon, tren Ghibli AI dan launching e-Book Bumi MGN? Yuk bagikan pendapatmu.
Tradisi Halal Bihalal dan Foto Keluarga Saat Lebaran - Kemarin-kemarin, keluarga Ibu main ke rumah…
Pengalaman Resign dan Jadi Freelancer, Transisi yang Tak Mudah - Ngga kerasa sudah 11 tahun…
Photo of the Day : Si Kecil yang Sibuk Memotret Alam - Sudah agak lama…
Bicara Habit Membuat To-Do List Harian - Kalau kamu seorang Ibu, mungkin sudah familiar dengan…
Photo of The Day : Di Balik Layar Badge MGN Tahunan 2024 Photo of The…
Nulis Apa Tahun 2025? Usai membuat e-book 2024 dan blogging, saya jadi menarik kesimpulan bahwa…
This website uses cookies.