Ibu, Stres dan Mental Health – Menjadi Ibu adalah pekerjaan mulia, seperti banyak dikatakan sebelumnya. Segala pekerjaan rumah tangga yang dikerjakan Ibu dengan ikhlas menjadi ladang pahala. Dan menjadi seseorang yang dianggap segalanya oleh anak-anak dan disayangi pasangan idealnya membuat wanita jadi Ibu berbahagia.
Konsep Ibu dalam keluarga idealnya demikian. Namun dalam kenyataannya banyak yang mendekati gambaran ini saja tidak.
Tak berapa lama setelah saya baru melahirkan anak saya, saya baru ‘merasakan’ stage dimana Ibu tidak hanya ‘ibu’ sendiri. Ada tuntutan dan juga ‘persaingan’ antar Ibu-ibu lain demi hidup sempurna. Khususnya sih dalam hal anak. Stres ibu setelah melahirkan tak hanya mengenai kewalahan mengurus bayi.
‘Anakku sudah bisa duduk lho di umur x bulan.’
‘Kok caramu begitu mengurus bayi? Harusnya kan begini…’
Ada rasa butuh pengakuan dalam lingkungan, selain dari rasa tak mau kalah dari kemajuan ibu-ibu lain. Mungkin juga rasa ini untuk menutupi rasa tak percaya diri sendiri.
Belum lagi tuntutan dari keluarga maupun sekitar akan seorang Ibu. Baik ibu ‘harus’ di rumah dan fokus jadi Ibu rumah tangga atau Ibu ‘harus’ bekerja karena ‘sayang ijazahnya’ dan sebagainya.
Ini sebagian hal saja yang membuat Ibu stres. Ini baru faktor eksternal. Faktor internal Ibupun lain lagi. Hal-hal seperti kecemasan, kekhawatiran dan overwhelmed dengan kesibukan bisa buat Ibu mumet.
Ibu stress mengurus anak, pekerjaan rumah tangga juga mengurus sekolah si kecil, belum hubungan dengan pasangan dan keluarga, adalah sederet hal yang bisa memicu stres pada Ibu.
Sebenarnya sih bukan hanya itu. Ada penelitian yang bilang bahwa faktor ibu stres adalah dalam otaknya selalu memikirkan pekerjaan rumah, walaupun dia sedang duduk santai menonton tv maupun ngopi. Jadi otaknya selalu bekerja tanpa jeda. Iya, stres ibu rumah tangga atau ibu bekerja is real.
‘Jam kerja’ ibu juga nyaris 24 jam minus jam tidur. Sehingga tidak bisa dibandingkan dengan pekerjaan profesi biasa, yang justru diberi upah. ‘Upah’ ibu adalah kesehatan dan kebahagiaan anak dan pasangan, mendapatkan pahala dan inner joy. Tidak bisa dinilai dengan materi.
Sejak pertama kali saya jadi Ibu, stres sudah ada ya. First moment sepertinya waktu saya recovery Caesar dan harus menyusui si kecil. Ya bayangkan saja, masih belum normal tubuh kita (yang mau miring ke samping atau geser saja susah banget) lalu harus menyusui. Saya merasa seluruh badan saya ‘bekerja keras’ dan all out. Walau saya tahu kalau ASI merupakan hak si kecil. Dan saat itu si bayi belum dikasih susu karena menunggu darah saya dicek dari preeclampsia 3 hari.
Hingga kini pun stres suka datang, kalau kita tidak antisipasi dia bisa menguasai pikiran dan mental health alias kesehatan mental. Sepertinya momen dimana saya ‘pecah’ menangis itu karena begitu banyak hal yang harus dibereskan di rumah tetapi tubuh saya minta rehat. Rutinitas saya sebagai mom freelancer dan bekerja dari rumah kadang bisa terasa ‘menggunung’ namun di lain hari bisa lowong.
Yang pasti sih jika Ibu sedang stres, ini yang bisa dilakukan:
Untuk melakukan aktivitas menyenangkan, tak perlu selalu jauh dari anak-anak. Kita bisa bermain ke taman atau playdate dengan sahabat yang juga punya anak. Main ke wahana bermain anak atau simply bercanda bersama.
Namun untuk kondisi mental yang lebih serius dan tak kunjung hilang, bisa mencoba konsultasi psikiater.
Stres pada ibu adalah mungkin dan sebaiknya tidak dianggap sambil-lalu. Sering kali stres bisa menjalar ke penyakit, naudzubillah min dzalik. Maka jika dirimu dan kenalanmu yang seorang Ibu mendapatkan stres, cobalah cari cara untuk membantu mengusir stres ini.
Thanks for reading! Semoga membantu.
Ketidaksempurnaan Dalam Karya Malah Membuatnya Makin Indah - Ketika menggali-gali ide tantangan blogging MGN November…
Apa itu Art journaling, bagaimana memulainya dan pengaruhnya ke mental Ibu? Baca yuk disini
Dengan masifnya penggunaan AI dan teknologi digital, wajar ada kejenuhan. Selami kembali inner artist atau…
Never Let Me Go: Mengapa Saya Lebih Suka Adaptasi Film Dibanding Novelnya - Tema Tantangan…
Dari belajar Etsy, launching ebook Cerita Kuliner sampai sharing pengalaman di WAG Belajar Produk Digital,…
Canva dan Artificial Intelligence (AI) kini jadi dua pilihan utama untuk membuat desain template. Mana…
This website uses cookies.
View Comments
Wah terima kasih tips-nya Mamah Andina. :)
Relate banget, Andina. Pas anakku masih toddler dulu; ku kadang mbanding-mbandingin dengan teman-temannya. Kalau ada yang sudah bisa beraktivitas sesuatu, anakku belum, ku jadi bingung ehehehe. Astaghfirullah. Butuh waktu cukup lama untuk menyadari bahwa tiap anak punya milestones-nya masing-masing, yang berbeda-beda. :)
Dulu hal ini juga membuatku 'menjauhi' buku-buku parenting, karena kalau beda metode, lagi-lagi ku bakal bingung dan kepikiran ehehehe. Akhirnya gak pernah baca buku parenting. Ehehehe