Ceritaku dan Kopi: Dari Acuh Sampai Jadi Teman Kerja Di Rumah : Kopi. Mungkin kalau waktu remaja tahu sekarang saya jadi suka ngopi, versi remaja saya akan heran. Soalnya dulu saya agak serem mikir minum kopi. Berbagai cerita ‘miring’ tentang kopi bikin saya agak ngeri menyicip. Misalnya, rasanya pahit, jadi nggak bisa tidur, bikin gigi kuning dan juga jadi kecanduan.
Tapi lain dulu, lain sekarang. Saya justru kali ini mau menulis tribute untuk kopi karena sudah jadi savior saya sehari-hari. You know lah, namanya juga emak-emak rempong, mom freelancer, homeschooler, blogger with no ART. Kalau saya tidak punya senjata macam kopi, mungkin saya ini setengah robot apa gimana.
Saya mau sedikit cerita awal mula saya memandang kopi hingga akhirnya jadi sangat butuh kopi. Ini dia ceritanya:
Imej Kopi Saat Kecil Hingga Masa Ngantor
Dulu saya kala remaja, saya melihat betapa dependant-nya seorang Ibu dengan kopi dari sosok single working mother yang bekerja di penginapan dan punya anak perempuan cantik nan pintar di sebuah serial di TV. Apa kamu tahu siapa itu? Ia rela mampir dulu ke kedai makanan yang menyuguhkan kopi enak sebelum kerja. Gara-gara dia, saya jadi agak kepo dengan kopi. Tapi tidak sampai mau coba.
Saya masih memandang kopi itu bapack-bapack banget deh. Lihat saja iklannya di TV. Sosok pria bapak-bapak selalu jadi model. Atau paling nggak pria dewasa. Sampai beranjak besar, di sekitar saya juga cuma Om-Om dan lelaki tua saja yang doyan kopi. Ibu saya dan kakak perempuan are tea person. Kemudian saya pun mencap diri a tea person.
Bagaimana ketika waktu kerja kantoran? Kopi adalah minuman wajib di pantry. Almost all nyicip kopi. Tapi memang mostly pegawai kantor di divisi saya ya bapak-bapak dan pegawai lelaki. Kopi dan rokok jadi sepasang yang klop kala semua duduk-duduk dan ngobrol.
Saya masih tidak tertarik dengan kopi. Tampilannya yang nyaris hitam pekat tidak begitu menarik secara visual. Apalagi membayangkan rasanya yang pahit. Kenapa ya semua sepertinya harus banget ngopi waktu baru sampai kantor? Jadi pertanyaan sewaktu-waktu kala itu.
Menikah dan Keikut Habit Suami
5 orang terdekatmu akan mempengaruhimu dan mengubahmu. Itu pesan kira-kira yang mengatakan bahwa orang sekitarmu akan membuatmu jadi mirip mereka.
Habit atau kebiasaan suami saya ya ngopi setiap pagi dan sore. Saya sih masih ngeteh. Namun entah sejak kapan, sejak sebelum hamil dan anak saya lahir saya mulai sekali-kali ngopi.
Suami saya wajib ngopi pakai creamer. Mungkin itu yang buat saya tidak begitu terintimidasi dengan kopi. Saya mulai coba-coba dan rasanya not so bad atau tidak sepahit itu. Takaran manis kan tetap dari user-nya.
Pernah waktu Abang kecil masih umur 4-5 bulan, saya betul-betul pengen atau butuh kopi. Sleep deprivation yang mendorong saya sip coffee. Tapi itu mempengaruhi ASI saya. Alhasil si kecil rewel dan menangis tapi susah tidur. Saya merasa bersalah dan puasa kopi sampai benar-benar menyapih si kecil. Ada apa nggak sih kopi Ibu menyusui?
Kopi yang dikonsumsi suami bukan kopi macam-macam melainkan merk kopi yang memang sering dijual di toko. Pernah juga harus merk lokal yang cuma dijual di Depok seperti Kopi Liong. Kini kopi yang disukai suami adalah kopi luwak bubuk yang dijual di supermarket.
Suatu ketika suami beli teko espresso maker. Namun buat saya yang hobby ringkas, membuatnya agak sedikit repot. Jadi untuk beberapa lama teko itu cuma duduk di lemari saja. Sepertinya saya dan suami bukan tipe yang all-out demi kenikmatan secangkir kopi.
Kopi itu Best Friend Ibu Kerja di Rumah
Saya memang penikmat kopi ‘biasa’. Tidak seperti seorang teman yang mantan barista kedai kopi ternama dan punya sudut ngopi di rumahnya.
Salah seorang teman lama saya suatu ketika menikmati kopi saat ngobrol via zoom. Ia tengah curhat akan padatnya kegiatannya sebagai ibu 3 anak (1 newborn) serta kerja lepas yang membuatnya harus begadang. Di sela-sela pekerjaannya, ia tetap mengurus rumah dan antar-jemput anak di sekolah. Lantas di tengah cerita Ia menyisip kopi dan terlihat menikmati. Sejenak mukanya yang lelah kelihatan terhibur.
Kopi adalah sahabat Ibu, yang kegiatannya bisa nyaris tanpa jeda. Seketika mata menjadi terang dan badan jadi lebih segar. Kopi membantu Ibu produktif bahkan ketika tubuhnya tidak mau. Untuk bekerja mengurus rumah, mengerjakan pekerjaan maupun ketika waktu berkreasi.
Di hari-hari dimana saya kurang tidur sekali, saya akan langsung konsumsi kopi dari pagi. Tapi di hari biasa, cukup sore saja. Kadang kala kalau minum merk lokal, keseringan minum buat perut saya sakit. Tidak melulu karena kerjaan. Sepertinya lebih sering ketika si kecil sakit atau bangun super pagi, sementara saya yang night owl ini baru tidur 2-3 jam.
Seringnya jelang sore saya mulai longing kopi karena sudah hampir pasti skip jam tidur siang. Ini karena mengejar kerjaan selesai.
Karena bulan ini Mamah Gajah Ngeblog memilih tema Mamah & Kopi untuk Tantangan Blogging MGN, saya jadi merasa punya ‘lisensi’ untuk lebih eksplorasi rasa kopi. Maunyaaa coba banyak rasa kopi lain.
Apalagi setelah saya sempat tanya di IG story tentang ‘best way untuk ngopi di rumah’ ke teman-teman yang juga Ibu-ibu. Jawabannya canggih-canggih. Kayanya saya ‘super B’ alias biasa banget metode ngopinya. Saya jadi sadar bahwa kopi itu best friend-nya Ibu juga, lho karena jawaban-jawaban ini. Dan ‘cuma di rumah aja’ bukan halangan untuk menikmati kopi dengan sensasi a la cafe.
Jadi Suka Jajan Kopi dan Buat Espresso Di Rumah
Bulan ini beberapa kali saya jajan kopi dari rumah. Cita-cita mau duduk-duduk di tempat ngopi alias cafe macam Kopi Nako menguap karena cuaca hujan dan jadwal padat. Akhirnya satu-satunya cara menjalankan rencana saya ini ya pesan kopi dari rumah.
Dari Kopi K*nangan, J*nji Jiwa dan beberapa nama brand jajan kopi saya coba. Nyoba juga dong kopi McD dan rumah kopi yang baru buka dekat rumah. The verdict is in: tiap kali saya traktir suami kopi, kopinya pasti enak! Dua nama rumah kopinya adalah Kopte dan Fore Coffee.
Mungkin karena manjain suami itu is a must apalagi yang ngedumel karena komen ‘ribet amat sih ngeblognya’, hahaha. Dan kesimpulan lainnya: yang viral belum tentu nikmat rasanya. Tapi mungkin saja saya yang belum coba banyak varian lain yang dijual.
Karena menulis ini saya jadi menggunakan lagi espresso maker yang tadinya cuma nganggur di lemari. Ternyata nikmat banget minum espresso sendiri campur krimer. Lagipula sekali buat, bisa untuk 2 kali minum.
Lucunya, kira-kira sebulan sebelumnya saya sempat salah beli cangkir untuk si kecil. Malah kebeli cangkir espresso yang mungil itu. Mungkinkah saya ‘dijodohkan’ dengan espresso?
Agaknya karena menulis dan jajan kopi beberapa kali buat saya ketagihan/keenakan jajan. Sehingga saya berjanji memberikan diri treat kopi waktu kerja di rumah sebagai cara memanjakan diri walau jadwal padat. Semoga selalu diberi rejeki biar live well, bisa sedekah dan bisa jajan kopi.
Penutup
Itulah dia cerita kopi kenangan semasa remaja hingga sekarang. Cukup menyenangkan membahas kopi. Mungkin bisa dijadikan serial menulis.
Oh ya, ada juga tulisan tentang karakter kopi Gayo di blog ini. Cek juga tulisan dari blog Travel Blogger Medan ini. Terima kasih sudah membaca dan ditunggu pendapatnya 🙂
Saya suka wangi kopi, rasanya juga suka mau varian apapun suka asal jangan terlalu pahit. Masalahnya adalah lambung saya ngga familiar dengan kopi.
Setelah minum kopi jantung berdebar ga karuan.
Sangat disayangkan sekali…
akhirnya saya dan kopi ternyata ngga sejalan, hikss..
Btw, thanks BLnya mbk ☺️
Aku lebih suka kopi yang bikin di rumah daripada beli, tapi ya bubuk kopinya beli juga sih hehehe. Kalau ada tempat ngopi yg aku suka, aku suka nanyain apakah mereka jual biji kopinya? Nah kalau beli biji kopinya lalu di buat sendiri di rumah, pasti deh bisa menikmati ngopi rasa kafe tapi lebih irit, hehehe.
Ahahahaha. GILMORE GIRLS ya Andina!
***
Ah setuju, FORE memang mantabb, tapi biasanya saya gak pesen kopi kalau di situ, ehehe.
Kopi Kenangan, hhmmm ku gak suka sama nama menunya, wkwkwk. “Kopi Kenangan Mantan”, hadehh, cringe beut,
Janji Jiwa, hhmm not bad lah, tapi di sini tuh yang enak banget malah earl grey milk tea-nya. Ehehehe.
***
Amiin aamiin, Semoga Mamah Andina selalu sehat walafiat agar bisa tetap rutin sedekah dan jajan kopi. 🙂
samaan ternyata kita Andina, dulu juga aku mikirnya kopi itu bapak-bapak banget, jaman dulu jarang ibu-ibu ngopi kan. Pernah pas kerja di Balikpapan, tiap hari ada Bapak-Bapak yang nyiapin minum, jadi diantar ke ruangan satu-satu, temen ruanganku selalu pesannya kopi pahit dan aku pesan teh manis hehe
selamat mengeksplor dunia kopi Mamah Andina
Menikmati kisah perjalanan Teh Andina menikmati kopi. sesuai judul, dari tak acuh hingga menjadi ‘butuh’. Enjoy coffee ya, Teh Andin…
ya ampuuunnn teh Andina itu iklan kopi jadulnya : ih taun berapa ya?
nah … aku kan deket sama Bapa ya jadi deh ketularan jadi kayak bapack bapack ha3 … suka ngopi sejak SMP
Wah pertemanan Andina dan kopi panjang juga ya.
Aku pun masih di tahap penyuka kopi biasa mba . Belum sampai yg bela2in harus kopi beneran yang diracik barista atau sendiri, pakai alat2nya, dll. Kopi sachet pun aku masih seneng . Yg penting kopi dan ga pait.
Masih penasaran sih Ama kopi hitam tanpa gula atau Americano. Kdg di Drakor kan banyak tuh adegan di mana mereka beli Americano, trus kayaknya enaaak banget pas disruput ..Krn pas aku yg coba, kok ya bisa2nya ga ketelen wkwkwkwkkw. Ga sanggub kalo pahit gitu. Mungkin akunya aja yg belum terbiasa Ama kopi hitam kali yaaa .
Tapi sudahlaah, toh esensinya kopi bisa bikin good mood. Jadi kalo yg sachet aja udah bikin aku semangat, ya udah, itu aja