Tradisi Halal Bihalal dan Foto Keluarga Saat Lebaran – Kemarin-kemarin, keluarga Ibu main ke rumah sebagai bagian dari rangkaian silaturahmi di bulan Lebaran. Walau ada rasa capek karena di masa kejar deadline bagi diriku yang pekerja lepas, senang rasanya bisa menyambut mereka.
Rasanya tradisi silaturahmi ini, meski kadang ada ‘unsur keterpaksaan’ (karena mesti dilakukan mumpung masa lebaran dan mumpung banyak anggota keluarga berkumpul juga mudik) jadi ajang penyambung silaturahmi. Dan ada periode-periode dimana saya bersyukur bahwa Indonesia memiliki tradisi ini.
Iya, karena ada masanya keluarga terasa jauh dan bahkan tidak berkomunikasi. Namun di salah satu hari lebaran, silaturahmi kembali tersambung dan berangsur kembali baik.
Demi memenuhi tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April 2025 mengenai Tradisi Lokal yang Masih Dilestarikan, yuk kita telusuri kapan dimulai tradisi halal bihalal dan foto keluarga saat lebaran di bawah ini:
Kapan Mulai Tradisi Halal Bihalal Lebaran di Indonesia
Ditilik-tilik ternyata tradisi halal bihalal di Indonesia diduga bermula dari dua peristiwa:
- Halal bihalal dimulai di masa kekuasaan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I atau Pangeran Sambernyawa. Usai Shalat Idul Fitri diadakan pertemuan raja dengan para punggawa dan prajurit bersamaan di Istana demi efektivitas waktu. Ternyata acara halal bihalal ini ditiru oleh organisasi Islam.
- Di tengah situasi yang bergejolak tahun 1948 dimana ada peristiwa pemberontakan DI/TII, diusulkan acara halal bihalal di Istana. Presiden Soekarno mengundang banyak tokoh politik dalam rangka silaturahmi. Mereka duduk di satu meja dan saling memaafkan. Sejak itu, peristiwa yang dinamakan halal bihalal ini diikuti berbagai instansi pemerintahan.
Kabarnya di Arab justru tidak ada tradisi halal bihalal saat Lebaran. Mereka justru tidur dan istirahat usai shalat Idul Fitri. Di sana katanya lebih ramai ketika momen Idul Adha. Halal bihalal saat lebaran dikabarkan memang cuma di Indonesia.

Foto studio tiga polisi 1 Syawal 1338 H. – 1920
Sumber : Pinterest
Halal Bihalal Terasa Tak Lengkap Tanpa Foto Keluarga
Tak hanya sungkem-sungkeman dan silaturahmi, tapi kini acara lebaran dan halal bihalal di Indonesia ngga lengkap tanpa foto keluarga. Saya menduga sih ini karena mumpung semua keluarga hadir saja. Kapan lagi kan semua anggota keluarga kumpul-kumpul, dilengkapi dengan memakai baju lebaran yang bagus?
Apalagi dengan adanya media sosial. Dari tahun ke tahun saya memperhatikan bahwa hampir semua orang memamerkan foto keluarga kala lebaran. Sewajarnya seseorang ingin memperlihatkan momen membahagiakan bersama keluarga.
Selagi memakai pakaian yang mungkin ngga perlu seragaman. Tapi seenggaknya look good dibanding sehari-hari.
Eh tapi ya tapi, rasanya mestiiii banget seragaman warna dan model. Iya ngga sih? Begitu masifnya tekanan seragaman baju lebaran ini sampai jadi rangkaian produk toko baju, bahkan dari 3 bulan sebelumnya sudah mulai dijual.
Saya tuh sampai ingat tren baju lebaran, tahun 2023 tren baju warna hijau sage dan tren tahun 2024 baju warna shimmer, hihihi.
Kapan Foto Keluarga Saat Lebaran Dimulai?

Kalau halal bihalal di momen lebaran dimulai dari tradisi kerajaan dan mengademkan situasi politik, foto keluarga sendiri aslinya hadir demi kepentingan arsip dan dokumentasi. Tidak semua kalangan memiliki keleluasaan mendokumentasikan foto keluarga. Hanya kalangan ningrat dan kerajaan.
Tidak ada catatan resmi kapan foto keluarga saat lebaran dimulai. Adanya tentang pelopor fotografi di Indonesia, yaitu Kassian Cephas. Beliau memulai karirnya sebagai fotografer keluarga keraton awal 1871, di periode Hamengkubuwana VI (bertakhta 1855–1877). Ia juga terkenal karena memperlihatkan kebudayaan Jawa dari foto-fotonya.
Balik ke asal mula foto lebaran keluarga, saya menduga dengan berkembangnya dunia fotografi, kamera menjadi lebih accessible oleh siapa saja. Memudahkan kita memotret foto keluarga dari sentuhan jari saja.
Meskipun mungkin ada yang bela-belain foto studio demi foto keluarga, tapi nggak semua melakukan ini. Karena membutuhkan lebih banyak effort dan lebih mementingkan kebersamaan keluarga, yang bisa jadi nggak bisa berlama-lama kumpul.
Saya sendiri masih punya foto-foto keluarga di hari Lebaran ketika masih SMA hingga kuliah. Senang sih rasanya ada dokumentasi itu. Masa ini sudah masuk kamera digital.
Sedikit Tentang Perkembangan Kamera dan Ponsel Pintar
Yang tadinya kamera cuma berupa kotak besar yang mengeluarkan asap sekali jepret, lama-lama jadi bisa lebih mobile juga compact. Dan akhirnya camera pocket lahir. Kemudian lama-lama teknologi kamera beralih digital.
Tapi tak semua mampu atau memiliki koleksi kamera saku atau digital. Hingga kini, ponsel pintar hadir. Yang tadinya fitur kamera cuma seadanya, kini berlomba-lomba menghadirkan kamera dengan fitur profesional.
Hasilnya, hampir semua orang punya handphone dengan fitur kamera di dalamnya. Membuat mereka mudah mengabadikan setiap momen, termasuk saat lebaran.
Perkembangan Foto Keluarga Saat Lebaran dan Tren AI
Nggak semua keluarga mungkin ingat sih mengabadikan foto keluarga saat lebaran. Bisa ketemu dan silaturahmi saja udah syukur.
Tapi kini tiap Idul Fitri menjadi tren untuk ada foto lebaran keluarga. Membagikannya di media sosial jadi semacam keharusan. Posenya pun bermacam-macam dan kreatif. Kini media sosial membentuk tren dan kebutuhan validasi eksis dengan memunculkan foto kita yang look good. Alias, pencitraan.
If you ask me, memang ada kalanya senang membagikan momen berbahagia itu. Tapi lama-lama saya agak pelit membagikan foto diri di sosmed. Let alone sekeluarga. Zaman sudah banyak berubah. Tapi saya maklum aja kalau banyak dari kita senang membagikan kebahagiaan di hari Idul Fitri di sosmed, just be careful aja.
Masa COVID itu unik juga. Saya sempat melihat di timeline sosmed, ada kenalan yang foto-foto anggota keluarga digabungkan di aplikasi atau software grafis (lengkap dengan seragaman baju). Mereka silaturahmi dan halal bihalal melalui aplikasi Zoom. Manis juga sih usaha demi menyambung silaturahmi ini.

Tahun 2025 ini, saya melihat tren masif mengubah foto keluarga menjadi foto dalam gaya Artificial Intelligence (AI). Yang sempat marak adalah gaya Ghibli. Kini ada lagi bermacam-macam yang saya aja agak keder mengikuti trennya.
Menyenangkan memang mengubah image asli kita menjadi gaya ilustrasi atau gambar lain. Tapi tren AI memiliki bahaya terselubung.
Kemarin misalnya, saya tergoda mengubah foto keluarga jadi 3D imut-imut. Ketika saya tahu bahwa saya harus mengunggah foto keluarga ke ChatGPT, saya mengurungkan niat saya. Ya karena membayangkan foto saya dan anggota keluarga bisa dimasukkan sebagai data oleh mesin AI. Juga ada faktor negatif ke lingkungan.

Penutup
Halal bihalal adalah salah satu tradisi lokal yang saya suka. Tapi sebenarnya nggak perlu menunggu lebaran untuk bisa halal bihalal. Kalau foto lebaran, lebih sebagai pemanis saja. As you know, yang penting ibadah puasanya afdol.
Dugaan saya, tren foto lebaran akan terus berubah. Mengikuti perkembangan fotografi dan digital. Menurutmu bagaimana?

Halal bihalal adalah moment yang akan selalu dirindukan. Yang saya suka adalah pasti ketemu banyak makanan yang enak-enak, yang sehari-hari tidak atau jarang ditemukan. Makanan khas tradisional maupun internasional hahaha.. Melihat baju-baju bagus yang dikenakan orang juga menyenangkan.
Bagi saya pribadi kurang begitu suka kumpul2 besar, tapi momen idul fitri memaksa kita untuk minimal tahu muka dengan keluarga besar.
Kalau boleh ngarep sih, cuti bersama di idul adha aja. Hehe
Ku belom kesampaian foto keluarga berseragam (atau setidaknya mengenakan busana dnegan warna yang sama) ketika momen Idul Fitri. Mama Mertua sudah pengen banget dari dulu, foto bersama keluarga besar (semua menantu dan semua cucu); tapi ada saja hal-hal kecil yang membuat gagal maning gagal maning ahahaha. Seperti, gontok-gontokan memilih warna; pusing mencari ukuran yang pas; susah menjari penjahit yang sesuai harapan; dan lain sebagainya.
Oiya Andina, betul, tahun ini ramai bener ya foto lebaran a la Ghibli. Awalnya pas ada yang masukkin poto ucapan di WAG alumni, aku auto seneng lihatnya, kok unik dan lucu sih ini, batinku. Ehh selang beberapa menit kemudian (hingga berhari-hari selanjutnya), mbrudul, hampir semua nge-share poto ucapan lebaran yang sama. Foto keluarganya di-Ghibli-in.
Seingatku saat kecil sudah ada HBH di rumah kakek nenek. Trus berlanjut dari keluarga Mamah hingga sekarang. Namun, aku sebenarnya kurang suka sih kalau jenjangnya terlalu jauh.
Info tentang mulainya HBH di Solo itu malah aku baru tahu juga, thanks ya teh Andina.
Sebenernya tradisi halal bihalal pas idul Fitri ini lebih heboh lagi Malaysia mba mereka itu bener2 ngerayain, sampai buat jamuan raya full 30 hari. Sementara Indonesia biasa cuma seminggu setelah raya, pas libur lebaran, setelah masuk kantor lagi, udah deh balik ke normal
Soalnya aku ngerasain pas msh di Malaysia, itu tiap saat adaaaa aja jamuan raya, bahkan sampai sebulan. Temen ku yg orang sana juga sering tulis di blog, di kantor nya jamuan raya ga habis2. Dari dept A sampe Z . Makanya aku salut, Krn Indonesia ga segitunya.
Aku jujur aja ngerayain idul Fitri itu hari pertama doang. Selanjutnya udh kayak hari biasa.
Kalo foto lebaran Ama keluarga , ini cuma pas mertua msh ada. Mama suka bikin foto bersama. Begitu mama ga ada, aku yg dasarnya ga suka difoto, makin males bikin foto kluarga pas raya. Emang ga ada sedikitpun. Ga pernah aku pajang juga. Kalo temen2 posting foto mereka Ama kluarga, aku prefer foto makanan raya
Ternyata halal bihalal pun sejarahnya panjang juga ya Mbak. Dan memang betul, meriahnya hari raya idul fitri ini rasanya lebih banyak dirasakan oleh masyarakat Indonesia atau mungkin asia tenggara ya. Sedangkan di Timur Tengah sendiri seperti Arab Saudi, justru lebih meriah hari idul adha. Foto keluarga di saat lebaran memang biasanya jadi momen yang ditunggu sih. Sebagai pelepas kangen juga jadi memori yang akan selalu dikenang.