Bicara Color Grading dan Hal-Hal Yang Masih Ingin Dipelajari – Saat sedang membuat tulisan tentang belajar food videography ini, saya menemukan kutipan bahwa dengan belajar kita jadi awet muda. Karena 2 tahun lalu saya banyak belajar hal baru dan merasa ‘hidup’ lagi, saya setuju dengan ungkapan itu.
Lucu, rasanya ketika saya masih SMP dan terutama SMA saya merasa kewalahan dengan banyaknya mata pelajaran. Saya malah merasa ‘tua’ waktu itu, karena merasa terbebani. Ada banyak waktu di sekolah dimana otak saya sebenarnya belum siap menerima materi, akhirnya ilmu-ilmu itu tidak terserap dengan baik.
Tentu beda jika kita menimba ilmu dari hal-hal yang memang kita sukai. Usai lulus, saya bahkan tidak menengok-nengok lagi pemikiran mau serius kuliah atau lanjut S2. Kenapa? Karena S1 rasanya berat banget. Untuk lulus saja, saya rasanya sudah ‘babak belur’. Terjun ke dunia kerja, saya malah merasa super ringan. Alias, pekerjaan tidak terasa seberat itu.
Fast forward ke masa setelah jadi Ibu, khususnya di tahun 2020-2021, saya malah sangat ‘keranjingan’ menyerap ilmu. Seperti yang kita ketahui semua, masa pandemi juga masa ‘banjir’ webinar. Saya malah mau ikut banyak sekali kelas, hingga ditegur suami takut waktu saya habis untuk keluarga.
Ya, ternyata deep down saya haus ilmu. Saya mungkin tak sadar karena begitu banyak perubahan yang terjadi. Otak ini perlu ‘disirami’, tak hanya dihabiskan oleh kesibukan hari-hari. Mungkin itulah, di lubuk hati saya suka belajar hal baru. Namun sebelum memulai belajar, trigger-nya saya harus mau dulu.
Curhat Mantan Anak DKV
Belajar desain grafis sebenarnya menyenangkan. Alhamdulillah saya berhasil masuk jurusan impian mengalahkan ribuan orang, karena doa orangtua juga tentunya. Belajar dan akhirnya terjun ke lapangan kerja itu berbeda fase dan berbeda tuntutan.
Suatu ketika teman lama se-fakultas saya dulu membagikan artikel yang menohok. Di artikel itu dituliskan bahwa lulusan jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) seolah ‘tak ada artinya’ di masa sekarang, selain dari beberapa lulusan jurusan lain. Sebenarnya di artikel itu tidak dijelaskan secara gamblang kenapa, cuma sedikit ‘menertawakan’ bahwa jurusan dengan prestige dan peminatnya besar ini agak ‘ngambang’ atau bagai harimau tanpa gigi.
Inginnya sih saya protes, tapi setelah saya pikir ulang mungkin artikel itu ada benarnya. Terlebih karena baru-baru ini saya menemukan sebuah tulisan di Quora bahwa lulusan DKV banyak terbalap oleh pembuat konten masa kini, aplikasi-aplikasi grafis mudah dipakai dan lainnya. Belum lagi di Indonesia, sangat memandang rendah kemampuan mendesain (duh kalau membahas ini cukup buat sakit hati).
Mengapa saya bahas ini, karena menulis Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Juli ini membuat saya melirik jenjang S2 dari DKV. Mengintip-intip jurusannya sebenarnya buat jantung saya dag-dig-dug excited. Namun melihat teman-teman saya yang sudah berumah tangga pontang-panting menyelesaikannya bikin saya mengurungkan niat. Belum lagi pemikiran dan fakta di atas tadi. (Sebenarnya saya tidak suka dikalahkan sama keraguan sendiri, tapi currently jalan kesini belum bisa)
It seems kalau saya mendapatkan kesempatan mempelajari hal baru, saya akan memilih kursus singkat yang memiliki komitmen lebih pendek. Berikut beberapa hal yang ingin saya pelajari masih di bidang DKV:
Hal Yang Ingin Saya Pelajari Sedari Dulu
Color Grading Dalam Film
Ketika kuliah dulu, saya memilih penjurusan Multimedia. Pada dasarnya dunia interaktif ini memiliki nilai lebih untuk saya. Dulu karena saya berminat bekerja di dunia broadcast sehingga saya merasa harus memilih ke jalur ini.
Jaman single dan kerja kantoran saya suka mengulik-ngulik warna dalam foto jepretan dan membuat serangkaian ‘preset warna’ untuk keseluruhan set foto. Misalnya foto ketika jalan-jalan sama teman kerja, warna saya buat agak keabuan. Lalu saat foto-foto event lain, grading warnanya berbeda lagi. Cukup rajin mengulik software Adobe Photoshop.
Kemudian saya sempat gandrung nonton film dan tersadar bahwa film-film memiliki tone warna tersendiri. Sebelumnya memang saya suka menonton banyak video klip musik dan mengamati kalau beberapa video warnanya menonjol di warna tertentu. Ini buat saya sangat tertarik ke bidang coloring, color correction dan color grading. Color Grading adalah proses memberi warna dalam gambar. Jadi ke ranah ‘mewarnai’ motion pictures.
Di kelas Multimedia di kampus dulu tahun 2005-an, Pak Dosen mengundang nara sumber dari Hollywood. Menurut nara sumber ini (saya lupa sekali namanya namun ia bekerja memproduksi film animasi), belum ada pendidikan membahas bidang ini. Ternyata orang-orang yang bekerja sebagai color corrector pun matanya jeli dan belum tentu bisa dipahami orang lain. Mungkinkah sekarang sudah ada pendidikan color correction dan color grading di Indonesia? Saya tidak tahu.
Alasannya kenapa saya suka, karena color grading membuat visual semakin cantik dan ‘naik kelas’. Film selain dari jalan cerita yang bagus, pewarnaannya dan kualitas gambar membuatnya betah ditonton. Dan kamu tahu itu bukan film ecek-ecek.
Setiap pewarnaan ini juga memiliki makna psikologis. Perhatikan jika film berlatar di tempat yang panas seperti India, biasanya pewarnaannya kekuningan dan merah. Lalu jika film bernuansa muram dan dingin, biasanya pewarnaannya berwarna keabuan gelap. Atau ketika kegiatan dalam film berbahaya dan vulgar, pewarnaannya bisa warna merah yang ekstrim. Ini karena ingin menangkap hawa dan suasana tempat, juga psikologis karakternya.
Sepertinya sudah banyak tutorial color grading di Youtube dan saya bisa saja belajar dari situ, tapi sepertinya butuh banyak stok gambar dan video. Atau, sebenarnya sayanya juga yang belum sempat ngulik nih.
Food Photography
Ketika ada kesempatan dan ada webinar food photography, saya berusaha ikutan. Meskipun tetap saja saya bergulat membagi perhatian ke si kecil :p minimal ada beberapa ilmu yang saya tangkap. Pertama kali yang buat saya suka dengan foto makanan adalah waktu ikut kelas food photography di tahun 2020.
Untuk mempelajari food photography ada beberapa kendala untuk dilakukan sekarang dan semestinya saya banyak latihan, tapi menurut saya bidang ini menarik sekali. Sayangnya sekarang saya belum bisa banyak fokus ke ranah ini, walau dalam beberapa kesempatan saya suka mengintip tantangan foto harian di media sosial. Namun Alhamdulillah beberapa pekerjaan bersponsor buat saya ada kesempatan menciptakan foto-foto unik.
Semoga ada kesempatan lebih mengulik dan lebih banyak latihan foto makanan, sambil mengumpulkan properti, hihihi.
Hal-Hal Lain Yang Ingin Saya Pelajari
Ada kalanya saya ingin belajar hal-hal di luar yang saya inginkan di atas. Atau hal-hal yang benar-benar baru. Misalnya dari topik-topik ini:
- Menulis : Berusaha meningkatkan skill menulis, agar lebih baik lagi
- Pastry dan Bakery : Karena berasal dari keluarga yang doyan roti dan hingga sekarang belum mencoba lagi membuat roti hingga berhasil
- Crocheting dan Merajut : karena kemampuan merajut sepertinya satu hal yang akan buat saya betah berlama-lama duduk diam
Penutup
Seru sebenarnya membahas hal-hal yang ingin dipelajari. Tentunya dengan harapan suatu hari kita akan benar-benar menguasai hal-hal tersebut. Tapi saya percaya jika belum pun, tentunya ada sebuah alasan yang positif. Terima kasih sudah membaca 🙂
Update: Alhamdulillah, tulisan ini mendapatkan penghargaan:
Menarik ya belajar dan ngulik lagi berbagai aspek seni (dan desain tentunya). Kadang yang tak dipahami orang lain itu adalah konsep di balik sebuah karya. Nggak asal terlihat indah, tapi juga ada pertimbangan lain yang membuat sebuah karya seni (atau desain) jadi punya nilai plus. Semangat belajar lagi, Teh Andin…
Makasih teh Diah
Wah aku jg kalo color garding masih bingung hehe
Ibaratnya edit nuansa warna video aja Mbak
Selalu salut sama Mamah yang tetap bisa belajar walau punya krucil. Apalagi kalau lihat hasil belajar Andina yang keren-keren.
Wah amin teh Shan. Aku belum ngulik lagi color grading nih
keren dan salut teh Andina … semangat terus ya teh. Apa masih pingin kerja kantoran? he3 …
oya kalau sudah bisa bikin roti boleh deh aku dikirimi buat icip-icip ya …
Kerja ngantor kayanya ngga teh Dew. Aku prefer kerja lepas waa doain bisa bener buat roti
Owalaah, terima kasih ilmunya ya Andina. Saya jadi tahu perihal color grading ini. Aspek yang ‘tersembunyi’ tetapi sangat menentukan hasil. Wah semoga makin mahir ya Andina. 🙂
Iya teh, kalau nonton film biasanya suka lihat filmnya nuansa warnanya beda2. Ada maksudnya
Waah iya Teh saya setuju soal color grading film ini, awalnya enggak terlalu ngeuh tapi suami yang suka point out. Eh ini film gradingnya bagus banget. Atau kalau lagi nonton drama, bagus banget nig gradingnya enggak kaya sinetron biasa. Gak ecek-ecek persis kaya yang Teh Andin bilang haha. Semangat belajarnya Teh, semoga dimudahkan, ditunggu karyanyaa yang keren-keren
Wah amin teh, semoga bisa menerapkan di job mendatang hihihi
Pingback: Ulasan Link: Eat, Love, Kill (2022) – Drakor Thriller Dengan Macam Rasa | Drakor Class - Drakor & Literasi