Sharing Pengalaman Bekerja Sebagai Video Editor

video editor online.jpg

Sharing Pengalaman Bekerja Sebagai Video Editor – Di tulisan mengenai memilih jurusan kuliah, pernah berjanji akan cerita pengalaman bekerja di bidang Multimedia. Bidang yang saya geluti itu adalah bidang video editing. Satu bidang yang saya tidak sangka akan ambil karena satu dan lain hal, diantaranya karena fokus saya ketika lulus kuliah adalah bekerja di bidang desain.

Ternyata bekerja sebagai video editor adalah karir terlama yang pernah saya lakukan, mengalahkan sebagai pembuat konten. Mungkin ada yang bingung, apa itu video editor. Yuk kita bahas dulu sebelumnya:

Video Editor Adalah

Video editor adalah satu profesi di bagian post-production pembuatan sebuah tayangan untuk publik. Pekerjaannya adalah mengolah semua sumber video, gambar dan audio untuk dijadikan satu-kesatuan tayangan yang utuh, baik tayangan yang panjang maupun pendek.

Jadi setelah bagian produksi shooting video, hasilnya akan diserahkan ke bagian video editing. Video editor bisa juga menerima foto-foto atau video lama untuk diolah menjadi tayangan baru. Intinya, video editor adalah tukang jahit video atau bagai chef untuk video-video.

Video editor selalu jadi andalan ketika proses syuting ada kekurangan, seperti kurang cahaya, kurang dialog (bisa ditambahkan voice over tambahan maupun teks kemudian) dan hampir segala hal yang kurang dalam proses produksi. Namun karena ia ada di tahap terakhir proses produksi, video editor sering kali kepepet waktu atau begadangan demi selesainya pekerjaan.

Sering kali profesi editor di masa saya banyak dikerjakan oleh lelaki karena butuh kesiapan fisik bekerja lebih dari 9 jam atau begadang. Semua demi selesainya tayangan.

Awalnya Jadi Video Editor…

Ketika lulus kuliah, selang 2-3 bulan barulah saya sebar CV ke perusahaan-perusahaan broadcast. Diantara semua, ada TV nasional yang paling cepat memanggil saya untuk wawancara. Setelahnya, ada TV lain yang baru berdiri juga memanggil tapi masih sebagai broadcaster (belum spesifik profesi). Namun menurut Ibu lebih baik ke pilihan pertama, karena dimiliki media besar dan jam terbangnya sudah lama. Oke deh, Ma.

Saya tak punya banyak ekspektasi ketika saya mengirim lamaran sebagai video editor. Waktu tes pun saya terbantu wawasannya karena Kakak saya yang juga telah berpengalaman sebagai video editor. Bahkan waktu saya libur kuliah, saya pernah ikutan kakak kerja di production house tempat ia ngantor. Saya nggak tahu bahwa kala itu, saya sedang menyaksikan preview kerjaan sebagai video editor, profesi yang akan saya geluti.

Alhamdulillah, saya diterima. Yang lebih bahagia lagi, lokasi kantornya satu kawasan dengan lokasi rumah saya. Jadi saya tidak terkena macet berjam-jam seperti karyawan TV yang rata-rata kerjanya di daerah Selatan. Ini satu hal yang buat saya paling nyaman kerja di kantor itu.

Mungkin ini yang namanya rejeki? Saya dites menggunakan software Adobe Premiere dan seharusnya akan ditempatkan di bagian Promo. Namun entah kenapa ditukar dengan karyawan baru lain yang sudah berpengalaman, sehingga saya dimasukkan ke bagian produksi dan diharuskan memakai software Avid Media.

Jadi hari-hari pertama saya belajar menguasai software Avid, tapi masih meng-handle pekerjaan editing yang tidak begitu berat. Karena background saya desain, agak tidak biasa awalnya. Bahkan rasanya ‘terlalu mudah’ namun ‘nggak juga’.

Ada hal-hal yang lebih mudah, tapi banyak elemen lain yang tidak boleh saya sepelekan selain gambar. Misalnya, audio dan kualitasnya, isi konten yang mungkin melenceng dan durasi. Kemudian ada proses print ke kaset yang harus tanpa cela demi diperiksa lagi ke bagian Quality Control.

Sekarang sih file-nya sudah digital untuk masuk On Air, tapi di tahun-tahun sebagian besar saya kerja, saya masih harus print tayangan ke kaset betacam. Antiknya mesin Video Tape Recorder (VTR) itu sehingga mengintimidasi saya yang kala itu masih ‘hijau’.

Susah Senang Jadi Video Editor

Foto desktop PC saat bekerja jadi video editor

Untuk mengukur senang atau tidaknya pekerjaan video editor sebenarnya relatif menurut saya. Pertama, harus dilihat dari sistem penjadwalannya. Jika sistem jadwalnya tidak dipatok shift, alias per project, maka satu kerjaan video editor akan bisa sangat berat atau sangat ringan. Semua bergantung dari susahnya pembuatan editing tayangan.

Tapi balik lagi ke video editornya, apa dia senang dengan topik atau tema yang diangkat dalam tayangan itu? Misalnya ada satu tayangan isinya tentang jalan-jalan, bisa keikut seru ngeditnya. Berbeda dengan misalnya isi tayangannya tentang politik atau gosip, sementara video editornya tidak suka dengan topik tersebut. Jadi minat bisa membantu pekerjaan editor jadi lebih terasa menyenangkan, walau dalam penerapannya harus tetap profesional apapun topik yang dikerjakan.

Senangnya jadi video editor adalah jadi tahu proses produksi tayangan sebelum jadi, bisa tahu bagian blooper atau deleted scenes. Karena dialah yang tugasnya memotong klip.

Satu lagi yang buat senang jadi video editor adalah tim alias bagian produksi lain yang bekerjasama dengannya. Video editor senang punya tim Kreatif, Produser atau Director yang peduli dengannya. Tidak cuma kasih kaset syuting lalu menghilang. Atau cuma datang dan banyak rekues, lalu seriiing banget minta revisi (nggak konsisten). Lebih pahit lagi kalau sudah minta rekues banyak, banyak kekurangan yang harus diperbaiki di editing (karena produksi kurang dalam totalitas) dan waktu mengerjakannya mepet.

Saya sangat menyayangkan kalau ada tim produksi yang terlalu berharap banyak di bagian editing. Misalnya, dia syuting outdoor malam hari dan berharap di editing bisa ‘disulap’ jadi siang hari (video editor apa tukang sulap?). Atau, rekam suara dengan volume yang super kecil sehingga video editor harus kerja keras agar volume-nya sesuai standar tayang.

Banyak juga yang menyangka proses editing tidak butuh waktu lama, padahal semua tergantung dari rumit atau tidaknya sebuah tayangan. Bisa juga sebuah tayangan sudah diedit melalui sistem syuting di studio, jadi video editor tinggal terima tayangan jadi. Pekerjaan editor tinggal cek kualitas dan menutupi gambar atau suara yang tidak layak jika ada.

Video editor sangat bahagia punya tim produksi yang mau repot-repot bawain makanan atau rejeki fee jika ada lebih keuntungan. Seringnya yang saya alami video editor suka tidak diajak-ajak kalau ada selametan (kasian) karena misalnya tayangan itu sukses dapat rating besar. Bisa jadi sih acara selametannya itu tabrakan dengan jadwal mengedit. Intinya video editor sering ‘tidak terlihat’ karena dia ada di proses ujung produksi.

Di luar itu, jiwa introvert saya cocok dengan pekerjaan video editor karena bekerja dengan mesin, layar dan juga membutuhkan kreativitas. Mungkin karena saya juga ada minat dalam filmmaking, saya suka sih menjahit video. Namun nggak asal jahit-jahit video, karena dibutuhkan ketepatan dan kreativitas juga dalam mengedit.

Saya juga beberapa kali bisa tugas keluar kota sebagai video editor. Namun lumayan harus bawa banyak barang seperti laptop, harddisk external dan DV-Cam. Untuk project besar, biasanya bagian IT yang akan membantu membawa dan bertanggung jawab dengan barang-barang. Tapi di lain waktu, saya harus bopong-bopong sendiri (saya yakin sih koordinator waktu itu nggak tahu kalau nggak ada IT yang diberangkatkan). Satu kali saya dibantu tim lain untuk membawa barang-barang ini, mereka sampai kaget karena bawaan saya super berat, hahaha.

Penutup

Karir sebagai video editor adalah masa yang unik dan merupakan satu masa glory days dalam hidup saya, minus beberapa hal. Bahkan di masa itu saya ketemu pasangan hidup. Never underestimate every profession, karena belum tentu kamu atau orang lain betah ngejalaninnya.

Video editor terbaik adalah video editor yang tak hanya bisa mengedit tapi mengerti teknis alat editing, tak jadi cuma operator edit tapi punya kreativitas. Punya ciri dalam editannya, tapi tidak mengurangi atau menutupi esensi sebuah tayangan.

Semoga jadi tulisan yang bermanfaat untuk yang ingin jadi video editor.

8 thoughts on “Sharing Pengalaman Bekerja Sebagai Video Editor”

  1. Ngerasa banget kalau ngerjain editing dari produksian yang prinsipnya “ambil saja gambarnya nanti bisa diedit’. Padahal ngedit itu nggak sekadar tukang sulap teknik doang. Gimana menyeleraskan dengan naskah, pacing video/filmnya, perlu juga dipikirkan. Makanya kalau di film, editor itu disebut the 2nd director, karena memang semua hasil syuting berakhir di sini.

  2. Wah mba, dulu pas kuliah kebayang gak kalo video editor di tahun 2022 ini sehebring ini peluang cari cuannya? Orang malah berlomba2 mengasah skill video editor. Seru banget ya Mba Andina.

  3. Jadi ternyata mengedit video itu juga kadang melibatkan subjektivitas editor ya mbak. Nggak kebayang sih editor itu mikir nambalnya pasti mikir banget. Emang nggak gampang dan menguras banget ya mbak Andin. Makanya kadang kuperhatikan bebrapa video tuh ada yang gambarnya samaan, gambarnya berulang di sesi yang beda gitu ya..

  4. profesi sebagai video editor ini adalah salah satu profesi yang gak pernah terbayang beberapa tahun lalu yaa. Sekarang , di zaman digital ini ternyata pekerjaan ini sangat menjanjikan

  5. Wahh bener banget sih, dulu yang ngedit dari pinjem hape temen sampe punya hape sendiri, sekarang beralih ke PC ternyata banyak hal yang bisa dipelajari lagi dan banyak tools alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk memperoleh cuwan berlapis haha

  6. Paling ribet kalau urusannya sama video editing…
    Karena mungkin gak ada basic ilmunya yaa.. Bener banget kalau jahit menjahit video gak boleh sembarangan. Yang ada bukannya enak diliat malah menjadi konten yang tidak bermanfaat.

    Biasanya inspirasi dari editing video ini dari manakah, kak Andin?
    Kan biasanya kalau sebuah acara tuh kaya anglenya gak cuma satu. Memadukan dari satu angle ke angle yang lain ini membutuhkan “waktu” memahami konten.

  7. Kalau sekarang kayaknya pekerjaan atau skill video editing berguna banget ya, mbak. Soalnya banyak yang jadi youtuber bahkan buat bikin reel instagram juga pakai video editing. He

  8. Pingback: ✓Belajar Food Videography Dengan Recook KRAFT Crolette - Sunglow Mama

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Scroll to Top